Butterfly Still Fly



KONTRASEPSI

BAB I

PENDAHULUAN

Hak reproduksi adalah hak seseorang untuk mempunyai kehidupan seksual yang memuaskan, aman dan bahwa mereka memiliki kemampuan untuk bereproduksi dan kebebasan untuk menentukan apakah mereka ingin melakukannya, bilamana dan seberapa seringnya.1 Dalam konteks terakhir tersebut tercakup pula tentang hak pria dan wanita untuk memperoleh informasi dan mempunyai akses terhadap cara-cara Keluarga Berencana (KB) yang aman, efektif, terjangkau dan dapat diterima, yang kemudian menjadi pilihan mereka. Pada akhirnya, kesehatan reproduksi yang disadari kedua belah pihak dalam rumah tangga, akan berujung pada keselamatan wanita saat menjalani kehamilan dan melahirkan anak yang sehat.

Untuk mengelola program KB, pemerintah membentuk sebuah institusi Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) pada 1970, sebagai institusi pemerintah nondepartemen yang bertugas mengoordinasikan program KB secara nasional. Sejak itu, KB di Indonesia mulai dirancang sebagai salah satu program pemerintah. Saat ini paradigma baru keluarga berencana yang diusung oleh BKKBN adalah membentuk keluarga berencana berkualitas tahun 2015 yang mencakup kesejahteraan keluarga, Sehat, Maju, Mandiri, Jumlah anak ideal, Berwawasan kedepan, Bertanggung jawab, Harmonis, serta Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. 1 Salah satu langkah pelaksanaan program tersebut adalah pengenalan alat kontrasepsi kepada masyarakat. Pada masyarakat umum, kontrasepsi diistilahkan juga sebagai Keluarga Berencana (KB).

Kontrasepsi adalah pencegahan kehamilan atau pencegahan konsepsi. 2,3 Untuk mencapai tujuan tersebut, berbagai cara dapat dilakukan, antara lain penggunaan pil KB/ kontrasepsi oral, suntikan atau intravaginal, penggunaan alat dalam saluran reproduksi (kondom, alat kontrasepsi dalam rahim/implan), operasi (tubektomi, vasektomi) atau dengan obat topikal intravaginal yang bersifat spermisida.

Terdapat bermacam alasan pribadi seseorang menggunakan kontrasepsi, antara lain untuk mengatur jumlah dan jarak anak yang diinginkan, mencegah kehamilan di luar nikah dan mengurangi resiko terjangkit penyakit hubungan seksual. Secara internasional, kontrasepsi dibutuhkan untuk membatasi jumlah penduduk dunia dan menjamin ketersediaan sumber daya alam sehingga menjaga kualitas hidup manusia. Mengambil keputusan yang tepat untuk sebuah keluarga yang terencana bukanlah hal mudah. Hendaknya kedua pasangan harus mengetahui fakta dan informasi yang benar seputar kontrasepsi, termasuk efek samping yang dapat timbul agar dapat membuat keputusan yang tepat.

Informasi yang diberikan oleh tenaga kesehatan hendaknya jelas dan dapat mudah dipahami oleh masyarakat. Untuk itu, pemahaman dokter ataupun bidan tentang metode kontrasepsi harus terus diasah dan mengikuti perkembangan sehingga dapat memberikan penjelasan yang lengkap pada masyarakat.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Kontrasepsi berasal dari kata kontra dan sepsi yang mengandung pengertian tidak terjadinya konsepsi. Kontrasepsi dimaksudkan sebagai usaha-usaha untuk mencegah pertemuan antara sel telur yang matang dengan sel sperma yang dapat menyebabkan kehamilan (konsepsi).2,3 Tindakan (upaya) yang dilakukan dapat bersifat sementara atau permanen, tanpa menggunakan alat, secara mekanis, penggunaan obat/alat, atau dengan operasi.3,4,5

Kontrasepsi tidak sama dengan aborsi. kontrasepsi menghindari kehamilan dengan mencegah terjadinya pembuahan itu sendiri. Sedangkan aborsi adalah penghentian kehamilan dimana telah terjadi pembuahan.3

2.2 Metode Kontrasepsi

Secara umum kontrasepsi bekerja dengan mencegah terjadinya ovulasi, menghalangi pertemuan sel telur dengan sperma, dan/atau melumpuhkan sel sperma.3

Terdapat banyak jenis kontrasepsi yang beredar di masyarakat saat ini. Setiap jenis kontrasepsi memiliki cara kerja yang berbeda-beda. Secara umum kontrasepsi-kontrasepsi ini di kelompokkan menjadi 5 berdasarkan metode kerja masing-masing, yaitu:

1. Metode kontrasepsi alami

2. Metode kontrasepsi barrier

3. Metode kontrasepsi hormonal

4. Metode kontrasepsi dalam rahim

5. Metode kontrasepsi mantap

2.3 Metode Kontrasepsi Alami

2.3.1 Pantang berkala

Metode pantang berkala atau metode Kalender, dikenal juga sebagai metode ritme atau metode Knaus-Ogino, bergantung pada penghitungan hari untuk memperkirakan kapan jatuhnya fase subur. Metode ini diperkenalkan oleh Kyusaku Ogino (dari Jepang) dan Hermann Knaus (dari Jerman).3,4,5,6

Metode ini menggunakan perkiraan kapan jatuhnya masa subur dengan asumsi bahwa fase subur rata-rata perempuan dimulai semenjak hari ke 14 setelah menstruasi, sampai dengan 5 hari menjelang datangnya haid lagi. Sebelum memulai melakukan perkiraan fase subur, aseptor harus melakukan pengamatan siklus menstruasi selama minimal 6 bulan dulu. Atau, ada juga yang menentukan bahwa fase subur terjadi 14+2 hari sesudah atau 14-2 hari sebelum menstruasi yang akan datang. Selain itu perlu juga untuk diingat bahwa sperma dapat hidup dan membuahi dalam 48 jam setelah ejakulasi dan ovum dapat hidup 24 jam setelah ovulasi. Di luar masa tersebut adalah fase infertil, yang artinya tidak akan berakibat pada kehamilan jika melakukan hubungan seksual. Sebaiknya selama fase subur tersebut, pasangan berpuasa atau pantang berhubungan intim.3,5

Apabila siklus haid tidak teratur, cara memperkirakan fase subur adalah sebagai berikut: Siklus terpendek anda dikurangi 18 hari, sedangkan siklus terpanjang dikurangi dengan 11 hari. Fase subur akan akan dimulai pada perhitungan daur haid terpendek yang telah dikurangi.

Metode kalender tidaklah akurat karena panjang siklus menstruasi setiap wanita tidaklah sama. Dalam praktik, sukar untuk menentukan saat ovulasi dengan tepat. Agar efektif, harus sering dilakukan pantang. Hanya sedikit wanita yang mempunyai daur haid teratur; selain itu kadang dapat terjadi variasi, terutama sesudah melahirkan, dan pada tahun-tahun menjelang menopause dimana Ovulasi tidak selalu terjadi pada hari ke-14.

Cara ini akan lebih tinggi efektifitasnya jika disertai dengan pengukuran suhu basal tubuh dan penilaian lendir serviks. Menjelang ovulasi suhu tubuh basal badan turun, kurang dari 24 jam sesudah ovulasi suhu badan naik kembali sampai tiingkat lebih tinggi daripada tingkat suhu sebelum ovuulasi, dan tetap tinggi sampai akan terjadinya menstruasi. Bentuk grafik suhu tubuh basal badan menjadi bifasik. Pengukuran suhu basal badan dilakukan setiap hari setelah menstruasi berakhir sampai mulainya menstruasi berikutnya. Usaha tersebut dilakukan sewaktu bangun pagi sebelum melakukan kegiatan, dengan memasukkan thermometer dalam rectum atau dalam mulut di bawah lidah selama 5 menit.5

Dalam metode lendir serviks dilakukan penilaian konsistensi lendir. Sifat cairan vagina bervariasi selama siklus haid. Lendir di vagina diperiksa dengan cara memasukkan jari tangan klien ke dalam vagina dan mencatat bagaimana lendir tersebut dirasakan setiap hari. Setelah haid berakhir, umumnya wanita mengalami beberapa hari tidak ada lendir dan vagina dirasakan kering. Setelah itu, seorang wanita mulai melihat adanya lendir. Lendir ini secara khas lengket, seperti bubur dan rapuh. Saat ovulasi terjadi dan estrogen meningkat, lendir menjadi basah. Lendir ini jumlahnya bertambah secara bertahap dan warnanya semakin jernih. Lendir ini semakin basah, elastic dan licin, menyerupai putih telur dan dapat diregangkan perlahan-lahan. Umumnya wanita akan merasa basah di daerah vaginanya selama waktu-waktu ini. Ini adalah jenis lender yang memungkinkan sperma hidup dan berenang menuju sel telur sampai selama lima hari.4

2.3.2 Senggama terputus

Cara ini merupakan cara kontrasepsi yang tertua yang dikenal oleh manusia. Senggama terputus ialah penarikan penis dari vagina sebelum terjadi ejakulasi.4,5 Hal ini berdasarkan kenyataan, bahwa akan terjadinya ejakulasi disadari sebelumnya oleh sebagian besar pria, dan setelah itu masih ada waktu kira-kira 1 detik sebelum ejakulasi terjadi. Waktu yang singkat ini dapat digunakan untuk menarik penis keluar dari vagina. Cara ini murah, tidak memerlukan biaya ataupun alat, akan tetapi memerlukan pengendalian diri yang besar dari pihak pria secara jasmani dan emosional. Kegagalan cara ini dapat disebabkan oleh :

· Adanya pengeluaran air mani sebelum ejakulasi (praejaculatory fluid) yang dapat mengandung sperma, apalagi pada koitus berulang.

· Terlambatnya pengeluaran penis dari vagina

· Pengeluaran semen dekat dengan vulva dapat menyebabkan kehamilan, karena adanya hubungan antara vulva dan kanalis servikalis uteri oleh benang lender serviks yang pada masa ovulasi memilki spinnbarkeit yang tinggi.

2.3.3 Pembilasan pasca senggama

Pembilasan vagina dengan air biasa dengan atau tanpa tambaan larutan obat (cuka atau obat lain) segera setelah koitus merupakan suatu cara yang telah lama dilakukan. Tindakan ini bertujuan mengeluarkan sperma secara mekanik dari vagina. Penambahan cuka ialah untuk mendapatkan efek spermatiside serta menjaga asiditas vagina.5

2.3.4 Lactation Amenorrhea Method (LAM)

Kemungkinan seorang wanita menjadi hamil menjadi lebih kecil apabila mereka terus menyusui anaknya setelah melahirkan. Menyusui menyebabkan penurunan produksi gonadotropin-releasing hormone, LH, dan FSH. β-endorphin yang dihasilkan saat menyusui juga menurunkan sekresi dopamine, dimana dopamine dalam kadar normal menekan pembentukan prolaktin.7 Peningkatan prolaktin akan menekan terjadinya ovulasi.5,7 Hal ini akan menyebabkan terjadinya amenorehea dan anovulasi. Metode ini maksimum hanya dapat dilakukan selama 6 bulan setelah melahirkan. Penelitian WHO menunjukkan bahwa kemungkinan hamil dalam 6 bulan pertama menyusui berkisar antara 0,9-1,2%,. Namun risiko kehamilan ini meningkat menjadi 7,4% pada wanita menyusui lebih dari 1 tahun.7

2.4 Metode Kontrasepsi Barrier

2.4.1 Kondom

Kondom adalah selaput karet yang dipasang pada penis selama hubungan seksual. Awal penggunaan kondom bertujuan perlindungan terhadap penyakit menular seksual kemudian kondom juga digunakan sebagai kontrasepsi. Prinsip kerja kondom ialah sebagai prisai dari penis sewaktu melakukan hubungan seksual, dan mencegah pengumpulan sperma dalam vagina. Kondom terbuat dari karet sintetis tipis, ketebalan 0,05 mm, berbentuk silindris, dengan berpinggir tebal pada ujung yang terbuka, sedangkan ujung yang buntu berfungsi sebagai penampung sperma. Diameter rata-rata 31-36,5 mm dan panjang ± 19 mm. kondom dilapisi dengan pelicin yang mempunyai sifat spermatisid. 4,5,7

Gambar 2.1 Kondom

2.4.2 Diafragma vaginal

Diafragma adalah mangkuk karet yang fleksibel dengan pinggir yang mudah dibengkokkan dan disisipkan di bagian atas vagina, mencegah sperma masuk ke saluran reproduksi bagian atas, untuk mencegah terjadinya konsepsi. Diafragma dimasukkan kedalam vagina sebelum koitus dan harus tetap tinggal di dalam vagina selama 6 jam setelah melakukan hubungan seksual. Untuk meningkatkan efektifitas diafragma, obat spermatisida dimasukkan ke dalam mangkuk dan dioleskan pada pinggirannya. Diafragma yang beredar di pasaran mempunyai diameter 55-100 mm. tiap ukuran memiliki perbedaan diameter masing-masing 5 mm. besarnya ukuran diafragma yang akan dipakai aseptor ditentukan secara individual. 4,5,7

2.4.3 Cervical cap

Cervical cap dibuat dari karet atau plastic, dan mempunyai bentuk mangkuk yang dalam dengan pinggiran terbuat dari karet yang tebal. Ukurannya ialah dari diameter 22 mmm sampai 33 mm, jadi lebih kecil dibandingkan diafragma vaginal. Cap ini dipasang pada porsio servisis uteri seperti memasang topi. Dewasa ini alat kontrasepsi ini telah jarang dipakai. 5

2.5 Metode Kontrasepsi dalam Rahim

Ada berbagai jenis Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR)/ intra uterine device (IUD) yang beredar di Indonesia. AKDR tersebut terdiri dari 3 tipe, yaitu: 4

1. Inert, dibuat dari plastic (lippes loop) atau baja anti karat (The Chinese Ring)

2. Mengandung tembaga, seperti TCu 380A, TCu 200C, multiload® MLCu 250 dan 375), dan Nova T®

3. Mengandung hormon steroid, seperti progestasert® (hormon progesterone), dan levonova® (Levonorgestrel). AKDR jenis ini sering disebut dengan Metode Kontrasepsi Progresteron releasing intrauterine. IUS atau Intra Uterine System adalah bentuk kontrasepsi terbaru yang menggunakan hormon progesteron sebagai ganti logam. Cara kerjanya sama dengan IUD tembaga, ditambah dengan beberapa nilai tambah seperti lebih tidak nyeri dan kemungkinan menimbulkan pendarahan lebih kecil, dan menstruasi menjadi lebih ringan (volume darah lebih sedikit) dan waktu haid lebih singkat.

Sampai saat ini mekanisme kerja AKDR belum diketahui secara pasti. Pendapat terbanyak menyebutkan AKDR menimbulkan reaksi radang endometrium dengan sebukan leukosit yang dapat menghancurkan blastokista atau sperma. AKDR yang mengandung tembaga (Cu) juga menghambat efek anhidrase karbon dan fosfatase alkali, memblok bersatunya sperma dan ovum, mengurangi jumlah sperma yang mencapai tuba falopii, dan menginaktifkan sperma. AKDR yang mengeluarkan hormon juga menebalkan lender serviks hingga menghalangi pergerakan sperma. 4,5

AKDR jenis lipper loop terbuat dari plastic berbentuk spiral. AKDR bentuk T dengan kawat tembaga tipis yang distabilkan dengan inti polyethylene dipasang selama akhir periode haid atau 1-2 hari pasca haid. Pemeriksaan selanjutnya dilakukan setelah satu minggu pemasangan, tiga bulan kemudian, dan selanjutnya setiap 6 bulan. Tidak ada konsensus yang menyebutkan berapa lama AKDR jenis lippes lopp boleh ditinggalkan dalam uterus, akan tetapi demi efektivitasnya, AKDR copper T sebaiknya diganti tiap 3 tahun.

AKDR yang mengandung levonorgestrel bisa digunakan untuk jangka waktu 3 atau 5 tahun. Kontrasepsi ini dipasang pada rongga rahim /subdermal antara hari pertama sampai dengan hari ke 7 siklus menstruasi. Juga dapat dipasang segera dalam 4 bulan pertama pasca aborsi. Pemasangan pasca melahirkan harus ditunda sampai dengan 6 minggu sesudah melahirkan. 5,7

A B

Gambar 2.2 Cara pemasangan dan posisi AKDR copper T dalam uterus (A); bentuk AKdR copper T (B)

Efek samping ringan yang dapat ditimbulkan dalam penggunaan AKDR ialah pendarahan (menoragia atau spotting menoragia), rasa nyeri dan kejang perut, secret vagina lebih banyak, dan gangguan pada suami. Sedangkan efek samping yang lebih serius dan mungkin terjadi ialah perforasi uterus, infeksi pelvic, dan endometritis. 4

2.6 Metode Kontrasepsi Hormonal

Kontrasepsi hormonal umumnya mengandung estrogen dan/atau progesterone sintetik. Estrogen sebagai kontrasepsi bekerja dengan jalan menghambat ovulasi melalui fungsi hipotalamus-hipofisis-ovarium, menghambat perjalanan ovum, mengganggu proliferasi sehingga endometrium menjadi lebih tipis dan menggagalkan terjadinya implantasi. Sedangkan progesterone bekerja dengan cara membuat lender serviks menjadi lebih kental, sehingga penetrasi dan transportasi sperma menjadi sulit, menghambat kapasitasi sperma, perjalanan ovum dalam tuba, implantasi, dan menghambat ovulasi melalui fungsi hipotalamus-hipofisis-ovarium. 4,5

Efek samping pemberian kontrasepsi hormonal tergantung dari kadar hormon yang di kandungnya. Kelebihan hormon estrogen dapat menimbulkan nausea, edema, keputihan, kloasma, disposisi lemak berlebihan, eksotrofia serviks, teleangiektasia, nyeri kepala, hipertensi, superlaktasi, dan payudara tegang. Rendahnya dosis estrogen dapat menyebabkan spotting dan breakthrough bleeding antara masa haid. Sedangkan kelebihan progesterone dapat menimbulkan pendarahan yang tidak teratur, nafsu makan meningkat, cepat lelah, depresi, libido berkurang, jerawat, alopesia, hipomenore, dan keputihan. Kekurangan hormon progesterone menyebabkan darah menstruasi yang lebih banyak dan lama. 4

2.6.1 Pil

Pil hormonal untuk kontrasepsi tidak terbuat dari estrogen dan progesterone alamiah, melainkan dari steroid sintetik. Ada 2 jenis progesterone sintetik yang dipakai, yaitu yang berasal dari 19 nor testosterone, dan yang berasal dari 17 alfa-asetoksi-progesteron. Jenis terakhir telah jarang digunakan karena hasil penelitian pada binatang menunjukkan besarnya risiko timbulnya tumor mamma. Derivate dari 19 nor-testosteron yang sekarang banyak digunakan untuk pil kontrasepsi ialah noretinodrel, norethindron asetat, etinodiol, diasetat, dan norgestrel. 5

Estrogen yang banyak dipakai untuk pil kontrasepsi ialah etinil estradiol dan mestranol. Masing-masing dari zat ini memiliki ethynil group pada acon C 17, sehingga efeknya akan meningkat jika dimakan per os oleh karena zat tersebut tidak mudah berubah saat melewati system portal, berbeda dengan steroid alamiah. Jadi steroid sintetik memiliki potensi yang lebih tinggi per unit jika dibandingkan dengan steroid alamiah jika ditelan per os. 5

Terdapat 4 jenis pil KB / kontrasepsi oral : 4,5,8

1. Pil KB / kontrasepsi oral tipe kombinasi

Efek farmakologi pil kombinasi tidak hanya atas dasar besarnya dosis saja, melainkan juga memperhitungkan jenis hormone dalam pil tersebut. Menurut penelitian Greenblatt, etinodiol diasetat merupakan derivate progesterone yang paling kuat, sedangkan etinil estradiol terkuat pada golongan derivate estrogen. Dewasa ini terdapat banyak macam pil kombinasi, tergantung dari jenis dan dosis estrogen dan progesterone yang dipakai.5

Terdiri dari 21-22 pil KB / kontrasepsi oral dan setiap pilnya berisi derivat estrogen dan progestin dosis kecil, untuk pengunaan satu siklus. Pil KB / kontrasepsi oral pertama mulai diminum pada hari pertama perdarahan haid, selanjutnya setiap pil hari 1 pil selama 21-22 hari. Umumnya setelah 2-3 hari sesudah pil KB / kontrasepsi oral terakhir diminum, akan timbul perdarahan haid, yang sebenarnya merupakan perdarahan putus obat. Penggunaan pada siklus selanjutnya, sama seperti siklus sebelumnya, yaitu pil pertama ditelan pada hari pertama perdarahan haid. Jika lupa meminumnya, pil hendaknya diminum keesokan paginya, sedangkan pil untuk hari tersebut diminum pada waktu biasa. Jika lupa minum pil dua hari berturut-turut, dapat diminum 2 pil keesokan paginya dan 2 pil lusanya.5,8

Gambar 2.3 satu paket pil kombinasi

2. Pil KB / kontrasepsi oral tipe sekuensial

Di Indonesia jenis ini tidak beredar lagi. Pil sekuensial ini tidak seefektif pil kombinasi dan pemakaiannya hanya dianjurkan pada keadaan tertentu saja. Terdiri dari 14-15 pil KB / kontrasepsi oral yang berisi derivat estrogen dan 7 pil berikutnya berisi kombinasi estrogen dan progestin. Cara penggunaannya sama dengan tipe kombinasi. Efektivitasnya sedikit lebih rendah dan lebih sering menyebabkan hal-hal yang tidak diinginkan. 8

3. Pil KB / kontrasepsi oral tipe pil mini

Hanya berisi derivat progestin, noretindron atau norgestrel, dalam dosis kecil (0,5 mg per hari), terdiri dari 21-22 pil. Cara pemakaiannya sama dengan cara tipe kombinasi. Mini-pil bukan penghambat ovulasi, efek utamanya ialah terhadap lender serviks dan endometrium.

4. Pil KB / kontrasepsi oral tipe pil pascasanggama (morning after pil)

Berisi dietilstilbestrol 25 mg, diminum 2 kali sehari, dalam waktu kurang dari 72 jam pascasanggama, selama 5 hari berturut-turut. Metode kontrasepsi ini berdasarkan penelitian Morris dan Van Wagemen (1966) yang menemukan bahwa estrogen dalam dosis tinggi dapat mencegah kehamilan jika diberikan segera setelah koitus yang tidak dilindungi.

2.6.2 Suntikan (Depo Provera)

Depo-provera ialah 6-alfa-metroksiprogesteron yang digunakan untuk tujuan kontrasepsi parenteral, mempunyai efek progesterone yang kuat dan sangat efektif. Obat ini termasuk obat depot. Noristerat termasuk dalam golongan kontrasepsi ini. Mekanisme kerja kontrasepsi ini sama seperti kontrasepsi hormonal lainnya. depo-provera sangat cocok untuk program postpartum oleh karena tidak mengganggu laktasi. 5

Kontrasepsi suntikan yang banyak digunakan ialah medroksiprogesteron asetat 150 mg dalam bentuk depo (lepas lambat) dan kombinasi medroksiprogesteron asetat 50 mg dengan 10 mg estradiol cipionat. Kedua jenis kontrasepsi suntikan ini diberikan secara IM (intra muskular) dan harus cukup dalam, di daerah gluteus. Untuk jenis kontrasepsi suntikan medroksiprogesteron asetat 150 mg disuntikkan tiap 12 minggu pada hari ke 1 sampai dengan hari ke 5 dalam siklus haid atau dalam waktu 6 minggu setelah melahirkan. Sedangkan kombinasinya diberikan setiap 30 hari. 8

2.6.3 Susuk / implant

Norpan merupakan salah satu jenis implant. Norplant implant subdermal adalah metode kontrasepsi bagi wanita yang bersifat jangka panjang, dosis rendah, reversibel dan hanya mengandung progestin. 4

Norplant terdiri dari 6 kapsul, masing-masing panjangnya 34 mm dengan diameter 2,4 mm dan mengandung 36 mg crystalline levonorgestrel. Kapsul dibuat fleksibel, dari tabung silastic (polymethylsiloxane dan methylvinyl siloxane copolymer) yang dilapisi dengan silastic adesif (polydimethylsiloxane). Rongga kapsul bagian dalam berdiameter 1,57 mm dan panjangnya 30 mm. 6 kapsul mengandung 216 mg levonorgestrel yang sangat stabil dan dipastikan tidak berubah dalam uji coba penggunaan kapsul lebih dari 9 tahun. 5,8

Implant dikemas dalam kantung yang hangat dan tertutup yang masa waktunya 5 tahun dari waktu dikeluarkan dan sekali dimasukkan mempunyai masa efektif 5 sampai 7 tahun. Penyimpanan di ruang dengan kelembaban yang tidak diubah-ubah atau jangka waktu setelah 4 tahun, tapi optimalnya, implant sebaiknya disimpan di tempat sejuk, kering dan jauh dari sinar matahari langsung.

Kecepatan pengeluaran dari kapsul ditentukan oleh total permukaan dan ketebalan dinding kapsul. Penyebaran levonorgestrel terus-menerus pada dinding tabung ke sekitar jaringan dimana diabsorbsi oleh sistem sirkulasi dan disebarkan secara sistemik, menghindari kadar yang tinggi dalam sirkulasi dengan oral atau suntikan steroid. Selama 24 jam setelah dimasukkan, konsentrasi plasma levonorgestrel antara 0,4-0,5 ng/mL, cukup tinggi untuk mencegah konsepsi, penelitian mengenai perubahan lendir serviks menunjukkan bahwa metode lain yang mendukung sebaiknya digunakan selama 3 hari setelah dimasukkan.

Kapsul melepaskan levonorgestrel kira-kira 85 µg per 24 jam selama penggunaan 6-12 bulan pertama. Kemudian berkurang berangsur-angsur sampai 50 µg setiap harinya selama 9 bulan dan 30 µg per hari selama sisa waktu penggunaan. 85 µg hormon dikeluarkan oleh implant selama beberapa bulan pertama penggunaan yang hampir sama dengan dosis levonorgestrel yang disebarkan setiap harinya oleh progestin, minipill kontrasepsi oral, dan 25-50% dari dosis disebarkan oleh kontrasepsi oral kombinasi dosis rendah. 8

Berat badan mempengaruhi sirkulasi levonorgestrel. Semakin gemuk pemakai, konsentrasi levonorgestrel lebih rendah selama beberapa waktu menggunakan Norplant. Terbesar menurun pada wanita dengan berat badan lebih dari 70 kg (154 pounds), tapi pada wanita gemuk tingkat pengeluarannya cukup tinggi untuk mencegah kehamilan paling sedikit sebanding dengan kontrasepsi oral.

2.7 Metode Kontrasepsi Mantap

2.7.1 Tubektomi

Metode Operatif Wanita (MOW) atau tubektomi merupakan salah satu cara kontrasepsi melalui pembedahan yang bersifat sukarela pada saluran telur wanita untuk menghentikan fertilitas seorang wanita secara permanen, sehingga wanita tersebut tidak akan memperoleh keturunan lagi. Sebagian besar kontrasepsi mantap atau sterilisasi pada mulanya dilakukan bersamaan dengan seksio sesarea, laparotomi pada kehamilan ektopik terganggu, atau pada pengangkatan tumor. Di Indonesia, teknik minilaparotomi baru dikembangkan pada tahun 1974 dan sejak tahun 1976 telah banyak dokter umum yang dididik dan dilatih tehnik minilaparotomi yang dapat dilakukan pasca persalinan, pasca keguguran atau dalam masa interval (keadaan tidak hamil).9

Prosedur postpartum (seperti minilaparotomi sub-umbilikus) biasanya dilakukan dalam 48 jam pertama setelah persalinan pervaginam, atau dengan perawatan khusus 3-7 hari setelah persalinan. Tubektomi pasca persalinan lewat dari 48 jam akan dipersulit oleh edema tuba, infeksi, dan kegagalan. Tubektomi setelah hari itu akan lebih sulit dilakukan karena alat-alat genital telah menciut dan mudah berdarah. Setelah suatu keguguran (yang tidak disertai komplikasi lain) tubektomi dapat langsung dilakukan. Dianjurkan agar tubektomi pasca keguguran sebaiknya dilakukan dalam waktu 24 jam, atau selambat-lambatnya dalam 48 jam setelah bersalin. Sedangkan sterilisasi interval dapat dilakukan 6 minggu atau lebih setelah melahirkan (saat uterus telah berinvolusi secara penuh) atau saat waktu lain ketika wanita tersebut tidak hamil.

Cara-cara pembedahan yang umum dilakukan (termasuk di Indonesia) saat ini antara lain adalah laparotomi, minilaparotomi, laparoskopi, atau kuldoskopi. Sedangkan teknik penutupan tuba bermacam-macam, tergantung pada keahlian operator. Teknik-teknik tubeknomi yang telah dikenal antara lain teknik Madlener, teknik Pomeroy, teknik Irving, teknik Aldridge, teknik Uchida, dan teknik Kroener. 5,9

Penyesalan pasca sterilisasi merupakan kondisi yang kompleks dan sering disebabkan oleh peristiwa-peristiwa penting dalam hidup yang tidak terduga. Faktor resiko penyesalan yang mungkin bermanfaat pada konseling pra-sterilisasi termasuk usia muda, paritas rendah, dan status orangtua tunggal atau dalam keadaan hubungan yang tidak harmonis. Sebanyak 6% dari wanita yang disterilisasi dilaporkan menyesali atau meminta informasi tentang pembalikan prosedur dalam periode 5 tahun setelah prosedur dilakukan. Wawancara follow-up 14 tahun pasca prosedur menunjukkan bahwa penyesalan diungkapkan oleh 20.3% wanita berusia 30 tahun atau lebih muda pada saat TLB dilakukan serta 5.9% dari wanita lebih tua dari usia 30 tahun saat prosedur.9

Gambar 2.4. Tehnik Parkland merupakan salah satu teknik tubektomi

2.7.2 Vasektomi

Di Indonesia vasektomi tidak termasuk dalam program keluarga berencana nasional. Vasektomi merupakan tindakan pemotongan vas deferens melalui operasi dengan anestesi local. Pada dasarnya indikasi untuk melakukan vasektomi ialah bahwa pasangan suami-istri tidak menghendaki kehamilan lagi dan pihak suami bersedia dilakukan tindakan kontrasepsi pada dirinya. 5,7

2.8 Metode Kontrasepsi Efektif Terpilih (MKET)

Pemilihan jenis kontrasepsi didasarkan pada tujuan penggunaan kontrasepsi, yaitu: 4

1. Menunda kehamilan

Pasangan dengan istri berusia dibawah 20 tahun dianjurkan untuk menunda kehamilannya. Metode yang dipilih hendaknya memiliki reversibilitas dan efektifitas tinggi. Kontrasepsi yang sesuai antara lain pil, alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR), maupun kontrasepsi alamiah.

2. Menjarangkan kehamilan (mengatur kesuburan)

Masa saat istri berusia 20-30 tahun adalah saat yang paling baik untuk melahirkan 2 anak dengan jarak kelahiran 3-4 tahun. Untuk itu sebaiknya dipilih alat kontrasepsi dengan reversibilitas dan efektifitas yang cukup tinggi, dapat dipakai 3-4 tahun, dan tidak menghambat produksi air susu ibu (ASI). Kontrasepsi yang sesuai adalah AKDR, pil, suntik, metode alamiah, dan implant.

3. Mengakhiri kesuburan (tidak ingin hamil lagi)

Saat usia istri di atas 30 tahun, dianjurkan untuk mengakhiri kesuburan setelah mempunyai 2 anak. Ciri kontrasepsi yang diperlukan memiliki efektifitas tinggi, reversibilitas rendah, dapat dipakai untuk jangka panjang, serta tidak menambah kelainan yang telah ada. Kontrasepsi yang sesuai ialah kontrasepsi mantap (tubektomi/vasektomi).

Metode kontrasepsi

Efektifitas

Vasektomi

± 100 %

Tubektomi

± 100 %

Pil

± 100 %

Suntik

± 100 %

IUS

98-99 %

IUD

97-98 %

Mini-pil

± 98 %

Kondom

90-98 %

Diafragma dengan spermaticid

90-96 %

Table 2.1 metode kontrasepsi dan efektifitasnya

Konseling sangat diperlukan untuk dapat memutuskan metode dan jenis kontrasepsi apa yang paling tepat bagi aseptor KB. Langkah-langkah konseling KB dikenal dengan moto “SATU TUJU”, yaitu:

· SA : beri salam kepada klien

· T : tanyakan kepada klien infrmasi tentang dirinya

· U : uraikan kepada klien mengenai pilihannya dan beritahu apa pilihan reproduksi yang paling mungkin

· TU : bantulah klien menentukan pilihannya

· J : jelaskan secara lengkap bagaimana menggunakan kontrasepsi pilihannya

· U : kunjungan ulang

Jika kontrasepsi yang dipilih klien memerlukan tindakan medis, maka diperlukan surat persetujuan tindakan (informed consent). Informed concent merupakan persetujuan yang diberikan oleh pasien atau keluarganya atas dasar informasi dan penjelasan mengenai tindakan medis yang akan dilakukan terhadap klien tersebut.

2.9 Metode Kontrasepsi Masa Depan

Para peneliti terus mencari kemungkinan untuk menggunakan berbagai zat yang dapat dimasukkan kedalam serviks guna menyumbat lumen tuba melalui sklerosis atau penutupan mekanikal. Beberapa diantaranya dijelaskan berikut ini.

Quinacrine (sebelumnya digunakan sebagai obat anti-malaria) digunakan dalam sterilisasi dengan dimasukkan kedalam tuba secara transservikal melalui alat intrauterin copper T yang dimodifikasi. Walaupun belum disahkan sebagai metode sterilisasi di negara manapun, diperkirakan 100.000 wanita telah menjalani metode sterilisasi ini. Cara kerja penutupan tuba yang terjadi disebabkan oleh proses inflamasi dan fibrosis pada bagian intramural dari tuba. Angka kegagalan jangka panjang, komplikasi, dosis optimal, serta perlunya adjuvan (mis. obat anti radang nonsteroid) belum jelas karena tidak adanya penelitian yang sistematik tentang metode ini serta buruknya follow-up terhadap wanita yang menjalaninya. Penelitian toksikologis dan data follow-up yang lebih lanjut diperlukan sebelum dapat dimulainya percobaan pada wanita di Amerika Serikat.9

Methylcyanoacrylate (MCA) merupakan zat perekat yang dipercaya dapat menghasilkan sterilisasi tuba melalui proses nekrosis, inflamasi, serta fibrosis dari lumen tuba. Proses memasukkan MCA kedalam kedua tuba secara konsisten masih menjadi sebuah permasalahan yang belum terpecahkan. Maka dari itu penyempurnaan proses pemasukan, data yang cukup mengenai kegagalan jangka panjang, serta angka kejadian komplikasi masih diperlukan sebelum metode ini dapat disetujui untuk digunakan secara luas.9

Silikon yang diinjeksikan melalui sebuah alat khusus lewat servik kedalam tuba falopi kemudian akan mengeras dan menjadi sumbat. Beberapa penelitian menunjukkan seringnya kegagalan teknis akibat terjadinya spasmus tuba sehingga menyebabkan pembentukan sumbat yang abnormal, serta diperlukannya prosedur kedua pada hampir dari 20% pasien dan menetapnya patensi tuba pada 10% kasus.9

2.10 Peranan Pemerintah, Sosial, dan Agama Dalam Penggunaan Kontrasepsi

Pada awal pengenalan, KB termasuk kategori program yang masih dianggap aneh, tabu, sulit, dan belum diterima oleh sebagian besar masyarakat. Pemerintah menunjukkan peransertanya dalam menyukseskan program KB dengan mendirikan Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) pada tahun 1957. Untuk mengelola program KB, pemerintah membentuk sebuah institusi Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) pada 1970, sebagai institusi pemerintah nondepartemen yang bertugas mengoordinasikan program KB secara nasional. Sejak itu, KB di Indonesia mulai dirancang sebagai salah satu program pemerintah. Untuk lebih meningkatkan keberhasilan program, KB mulai diintegrasikan dengan kegiatan-kegiatan lain. BKKBN juga telah lama menerapkan KB Mandiri, yakni bagi warga yang mampu untuk mendapatkan alat kontrasepsi melalui dokter atau bidan praktek swasta. Sementara bagi keluarga miskin masih menjadi tanggungan pemerintah. Sehingga KB dapat dilakukan oleh segenap lapisan masyarakat. 1,2

Di Indonesia, sangat sulit melihat peran pria dalam kesehatan reproduksi. Kurangnya kesadaran pria dalam hal kesehatan reproduksi memang tidak terjadi begitu saja. Permasalahannya adalah faktor budaya yang justru memanjakan suami, dalam artian perempuan adalah pendamping setia yang sudah selayaknya bertanggung jawab seorang diri soal kesehatan reproduksi. Kenyataannya, tidak dilibatkannya suami sebagai salah satu pihak yang berkepentingan dengan kesehatan reproduksi, justru membuat mereka miskin informasi, yang pada gilirannya merintangi pemenuhan hak reproduksinya. Dalam sebuah penelitian, ditemukan suami-suami yang melarang pemakaian IUD sebagai alat kontrasepsi pilihan istri, beranggapan yakin bahwa IUD atau spiral mengurangi kenikmatan hubungan seksual. Hal lainnya, dari 14 persen isteri yang meminta suami untuk memakai metode kontrasepsi pria, hanya separuh yang bersedia. Pasalnya, vasektomi sering dianggap dapat mengurangi kemampuan seksual, sedangkan kondom membuat hubungan seksual menjadi hambar.

Petugas kesehatan juga jarang melibatkan suami dalam konsultasi kesehatan, terutama dalam perawatan kehamilan dan kelahiran anak. Bahkan, dari 50 dokter yang mengirimkan laporan bulanan, kondom hanya ditawarkan kepada 16 persen klien ibu rumah tangga penderita Penyakit Seks Menular (PSM).

Tak pelak lagi, kendala yang paling sering menghampiri pasangan dalam rumah tangga adalah soal minimnya komunikasi. Dua pribadi yang berbeda, jika disatukan tanpa perekat yang kuat berupa komunikasi yang kuat pula, akan menimbulkan berbagai masalah, termasuk diantaranya ketidaktahuan akan pemenuhan hak dan kewajiban reproduksi yang harus dilakukan suami.

Agama juga sering kali digunakan sebagai alasan untuk menolak penggunaan alat kontrasepsi. Persoalan yang paling penting dan kadang diperdebatkan dalam Islam mengenai KB adalah soal penentuan jumlah anak. Ada sebagian kalangan yang menilai membatasi kelahiran dengan alasan takut tidak bisa menghidupi anak, tidak dibenarkan dalam Islam.

Dalam pandangan Islam sebagaimana difatwakan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada Musyawarah Nasional MUI tahun 1983, KB dinilai sebagai suatu ikhtiar atau usaha manusia untuk mengatur kehamilan dalam keluarga secara tidak melawan hukum agama, Undang-Undang (UU) Negara dan moral Pancasila. Untuk itu, dikatakan Ketua Umum MUI, KH. MA Sahal Mahfudz, Agama Islam membenarkan pelaksanaan KB untuk menjaga kesehatan ibu dan anak. Mengenai penjarangan kehamilan demi alasan kesehatan ini, dikatakan telah dilakukan di zaman Rasulullah SAW. Dalam masa itu, sebagaimana dikatakan dalam dua buah hadis yang diriwayatkan masing-masing oleh Bukhori dan Muslim, seorang sahabat Rasul mengaku telah melakukan azal, yakni mengeluarkan air mani di luar vagina istri atau yang lazim disebut saat ini sebagai senggama terputus, namun tidak dilarang oleh Rasul. 1

Geraja Katolik menyatakan bahwa KB pertama-tama harus dipahami sebagai sikap tanggung jawab. Soal metode, termasuk cara pelaksanaan tanggung jawab itu, umat Katolik harus senantiasa bersikap dan berperilaku penuh tanggung jawab. Pelaksanaan pengaturan kelahiran harus selalu memperhatikan harkat dan martabat manusia serta mengindahkan nilai-nilai agama dan sosial budaya yang berlaku dalam masyarakat. Sejauh ini Gereja Katolik menganjurkan umat melaksanakan program KB dengan cara pantang berkala (tidak melakukan persetubuhan saat masa subur). Para uskup Indonesia mendukung ajaran Paus dengan memberi anjuran hendaknya metode alamiah (KB Alamiah-pantang berkala) beserta segala perbaikannya lebih diperkenalkan dan dianjurkan, mengutip pedoman Pastoral keluarga tahun 1975 No.26. Namun saat umat Katolik tidak dapat melaksanakan cara tersebut (KB alamiah), mereka bisa bertindak secara tanggung jawab dan tidak perlu merasa berdosa apabila menggunakan cara lain. Asal, cara tersebut tidak merendahkan martabat suami atau istri, tidak berlawanan dengan hidup manusia (pengguguran dan pemandulan), dan dapat dipertanggungjawabkan secara medis. 1


BAB III

LAPORAN KASUS

A. Identitas Penderita

Nomor Registrasi : 28.21.29

Nama Pasien : Ni Made ‘N’

Umur : 43 Tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Hindu

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Alamat : Br. Tatag, Desa Guwang, Sukawati, Gianyar, Bali

Suku/Bangsa : Bali/Indonesia

Status : Menikah

Nama Suami : I Nyoman Jati

Umur : 50 tahun

Alamat : Br. Tatag, Desa Guwang, Sukawati, Gianyar, Bali

Pekerjaan : Petani

Tanggal Pemeriksaan : 19 Februari 2009

B. Anamnesis

Keluhan Utama

Ingin memasang IUD

Anamnesis Umum

Pasien datang ke poliklinik RSU Sanjiwani dengan tujuan ingin memasang kontrasepsi IUD. Keluhan dikatakan tidak ada.

Anamnesis Khusus

Riwayat Menstruasi

· Menarche umur 12 tahun, siklus haid dalam tiga bulan terakhir dikatakan teratur setiap 28 hari, dengan lama haid 5-7 hari. Adapun jumlah darah haid adalah sebanyak 1 kali ganti pembalut per harinya.

· Hari Pertama Haid Terakhir : 13 Februari 2009

Riwayat Pernikahan

Menikah satu kali dengan suami sekarang sudah berjalan 14 tahun.

Riwayat Persalinan

1. Laki-laki, BBL: 2850 gr, lahir spontan belakang kepala, RS Sanjiwani, umur sekarang 13 tahun.

2. Perempuan, BBL:3000 gr, letak sungsang, lahir dengan SC, RS Sanjiwani, umur sekarang 7 tahun.

3. Perempuan, BBL:3000 gr, lahir spontan belakang kepala, RS Sanjiwani, umur sekarang 4 tahun.

Riwayat Kontrasepsi

Pil KB (4 tahun)

Pasien mengeluhkan merasa merepotkan untuk meminum pil tersebut setiap hari. Pasien juga sering kali lupa meminumnya. Keluhan lain dikatakan tidak ada.

Riwayat Penyakit Terdahulu

Pasien mengaku tidak mempunyai riwayat penyakit yang berhubungan dengan kehamilan seperti penyakit asma, hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung, dan lain-lain.

Riwayat Penyakit dalam Keluarga

Di keluarga tidak diketahui adanya riwayat sakit berat.

C. Pemeriksaan Fisik

1. Status present

Keadaan umum : Baik

Kesadaran : E4V5M6

Tekanan Darah : 120/80 mmHg

Nadi : 84 kali/menit

Laju Respirasi : 20 kali/menit

Temperatur : 36,7 °C (axilla)

Tinggi badan : 155 cm

Berat badan : 47 kg

2. Status General

Kepala : Mata : Anemia (-), ikterus (-).

Thoraks : Jantung : S1S2 tunggal, reguler, murmur (-).

Pulmo : Vesikular (+)/(+),rhonki (-)/(-),wheezing (-)/(-).

Abdomen : Sesuai status gynekologi

Ekstremitas : Akral hangat : Ekstremitas atas +/+

Ekstremitas bawah +/+.

Oedem : Ekstremitas atas -/-

Ekstremitas bawah -/-.

3. Status gynekologi

Abdomen

Inspeksi : distensi (-)

Palpasi : Nyeri tekan (-), tanda cairan bebas (-)

Vagina

Inspeksi: Flx (-), Fl (-)

Pembukaan serviks (-), livide (-), Jaringan (-)

Pemeriksaan Vaginal Toucher pukul 11.00 WITA.

Flx (-), Fl (-)

Pembukaan serviks (-),

Nyeri goyang (-)

CUAF : b/c normal

AP/CD : normal

RESUME

Wanita, 43 tahunn datang ke poliklinik RS Sanjiwani dengan tujuan memasang IUD. Keluhan dikatakan tidak ada. Pasien telah berkeluarga dan memiliki 3 orang anak, dimana anak terakhir berusia 4 tahun. Pasien telah 4 tahun menggunakan pil KB sampai sekarang. Menstruasi terakhir tanggal 13 Februari 2009.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan Vital Sign dalam batas normal. Status general dalam batas normal. Dari pemeriksaan ginekologi tidak ditemukan adanya kelainan.

D. Diagnosis Kerja

Aseptor KB IUD

E. Rencana Kerja

Rencana Diagnosa : konseling dan informed concern

Rencana Terapi :

· Pasang IUD copper T
· Medikamentosa:

Amoxicillin 3 x 500 mg

Asam mefenamat 3 x 500 mg

Monitor : kontrol poliklinik 1 minggu kemudian

KIE : jaga kebersihan


BAB IV

PEMBAHASAN

Pasien merupakan wanita berusia 45 tahun dengan 3 orang anak. Sebelumnya, selama 4 tahun terakhir pasien menggunakan kontrasepsi jenis pil. Tidak ada keluhan fisik yang dirasakan selain merasa repot dengan keharusan meminum pil KB tersebut setiap harinya. Pasien saat ini ingin beralih menggunakan alat kontrasepsi dalam rahim dengan alasan lebih praktis.

Dari bidang medis, pemilihan alat kontrasepsi harus berdasarkan tujuan dari pasien dengan memperhatikan usia dan riwayat obstetrinya yang dikenal dengan metose kontrasepsi efektif terpadu (MKET).

Saat usia istri di atas 30 tahun, dianjurkan untuk mengakhiri kesuburan setelah mempunyai 2 anak. Ciri kontrasepsi yang diperlukan memiliki efektifitas tinggi, reversibilitas rendah, dapat dipakai untuk jangka panjang, serta tidak menambah kelainan yang telah ada. Kontrasepsi yang sesuai ialah kontrasepsi mantap (tubektomi/vasektomi).

Pasien telah memenuhi kriteria untuk dilakukan kontrasepsi mantap (tubektami). Namun Konseling sangat diperlukan untuk dapat memutuskan metode dan jenis kontrasepsi apa yang paling tepat bagi aseptor KB. Langkah-langkah konseling KB dikenal dengan moto “SATU TUJU”, yang salah satunya : uraikan kepada klien mengenai pilihannya dan beritahu apa pilihan reproduksi yang paling mungkin, serta bantulah klien menentukan pilihannya.

Tubektomi sebagai salah satu jenis kontrasepsi mantap (kontap), memiliki ciri khusus dibandingkan metode kontrasepsi lainnya yakni memiliki sifat permanen. Artinya bila tindakan kontap ini berhasil, peserta KB yang bersangkutan tidak akan dapat memiliki keturunan lagi, dengan kata lain kontap akan menghentikan kemampuan reproduksi seseorang. Oleh karena itu tindakan ini memerlukan persiapan yang relatif lebih lama daripada metode lainnya karena harus mempertimbangkan baik, buruk, manfaat dan kerugiannya dari aspek agama, sosial, ekonomi, dan sebagainya. Sering terjadi seseorang dalam mengambil keputusan tidak menyadari sepenuhnya konsekuensi dari keputusan itu dan kemudian menimbulkan penyesalan. Dengan konseling yang baik, hal tersebut dapat dihindari atau setidaknya dikurangi. Karena sifat kontap yang permanen, tidak semua orang dapat menjalani tindakan tersebut. Calon peserta harus memenuhi 3 syarat, yaitu sukarela, bahagia, dan sehat.15 Pasien menyatakan dirinya belum siap untuk menggunakan kontrasepsi permanen ini.

Alat kontrasepsi dalam rahim yang dipilih pasien memiliki efektifitas cukup tinggi dan dapat dipakai untuk jangka panjang. AKDR yang mengandung levonorgestrel bisa digunakan untuk jangka waktu 3 atau 5 tahun. Sehingga AKDR ini dapat menjadi pilihan dalam jangka panjang. Sedangkan Pil KB kurang dianjurkan karena usia ibu relative tua dan mempunyai kemungkinan timbulnya efek samping dan komplikasi.

Pemasangan AKDR sebaiknya dilakukan sewaktu haid atau pada hari-hari haid akhir. Pamasangan dapat juga dilakukan sesudah melahirkan, sesudah abortus, atau setiap waktu selama siklus haid jika dapat dipastikan wanita tersebut tidak hamil. Pemeriksaan selanjutnya dilakukan setelah satu minggu pemasangan, tiga bulan kemudian, dan selanjutnya setiap 6 bulan. Tidak ada konsensus yang menyebutkan berapa lama AKDR boleh ditinggalkan dalam uterus, akan tetapi AKDR copper T sebaiknya diganti tiap 3 tahun.


DAFTAR PUSTAKA

  1. BKKBN. Keluarga Berencana dan Kependudukan. Available from: http://www.bkkbn.go.id/Webs/DetailRubrik.aspx?MyID=2664 Accessed: Feb 20, 2009.

  1. Medicastore. Serba-serbi Kontrasepsi. Available from: http://www.medicastore.com/oc/serbaserbi.htm Acessed: Feb 20, 2009.

  1. Wikipedia. Birth control. Available from: http://en.wikipedia.org/wiki/Birth_control Accessed: Feb 20, 2009.

4. Mansjoer A., Kontrasepsi. Dalam: Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3 cetakan 1. Media Aesculapius. Jakarta 2000. Hal.350-369

  1. Albar E. Kontrasepsi. Dalam: Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadhi T, editor. Ilmu Kandungan. Edisi kedua, cetakan kelima. Jakarta, 2007.

  1. Suwiyoga K., dkk. Dalam: Buku Ajar Keluarga Berencana. Universitas Udayana. Denpasar. 2001. hal:161-377.

  1. Burkman RT. Contraception and family planning. On: Current Essential Obstetric and Gynecology. William & Wilkins. Pennsylvania. 1996; 579-596.

  1. Medicastore. Kontrasepsi. Available from: http://www.medicastore.com/apotik_online/kontrasepsi.htm Accessed: Feb 21, 2009.

  1. Sklar Avi J. eMedicine – Tubal Sterilization. 2004. Available at : http://www.emedi-cine.com/med/topic3313.htm Accessed Feb 23, 2009. Last update August 7, 2004.


Leave a comment